Tuesday, January 15, 2013

Dari yang tidak mungkin menjadi "Mungkin"

Selamat pagi kota Mangga. Selamat pagi orang yang masih tetap ada didalam hati. Selamat pagi yang pagi ini ngucapin selamat pagi padanya. Selamat pagi hati yang masih selalu menerima. Selamat pagi buat orang yang bisa ngebuat nyaman. Selamat pagi, Selasa :'')

Entah apa yang ada dipikiran ini sehingga tetap saja pagi ini aku harus terus memikirkannya. Sebenarnya kamu sudah membuat hati ini sakit, kecewa bahkan membuat aku hampir tidak percaya bahwa kamu melakukan hal ini tetapi entah mengapa aku gak bisa buat benci sama kamu, bahkan selalu dan selalu berpikir positif dengan apa yang kamu lakukan walaupun aku tau itu sangat amat menyakitiku tapi hati ini selalu menerima. Entah seberapa banyak lagi kamu membohongiku, entah harus berapa kali lagi aku harus sakit dan mungkin aku terlalu bodoh bahkan bisa dibilang sangat amat bodoh bila aku terus berada dalam perasaan seperti ini. Aku tau semua ini butuh proses dan proses itu sangatlah lama tapi aku tidak peduli itu. Aku tidak ingin menjadi egois dan aku tidak ingin menjadi monster yang terus curiga dan terus marah-marah, aku hanya ingin menjadi seseorang yang kamu anggap penting, menjadi orang yang bisa kamu pertahanin dan sayangnya aku bukanlah salah satu orang yang bisa kamu pertahanin. Okee ini terlalu sakit dan hm can't say anything :')

Kau tau lilin? Dia hanya terang disaat gelap dan hanya disaat orang lain membutuhkan cahaya itu tetapi setelah terang datang kembali dan batang lilin itu habis maka cahaya lilin itu akan redup bahkan mati dan ia tanpa protes sedikitpun untuk tetap bertahan dan tetap memberi cahaya itu, cahaya itu akan hilang karena terpaksa oleh keadaan yang tidak memungkinkan lagi untuk bertahan dan anggaplah itu aku :')

Bagaimana kami tau bahwa cinta kami cukup jernih untuk tertuang diatas gelas yang Tuhan sediakan? Seberapa erat kami saling memeluk? Merekahkah bibir malaikat yang melihatnya? Apa kami sudah cukup dalam untuk berada didalam kecukupan? Apa kami telah saling menguatkan untuk hanya maut yang memisahkan? Sebab kami tidak memantaskan diri sendiri seakan kami hendak memelihara hati kami ditengah ketidakrelaan, melainkan kami cukup berharap ada ketulusan untuk melihat kami berdampingan.

Ketika kami mengarah ke tempat kami dapat bersama-sama, kami tahu, dan akhirnya kami tidak lupa, tidak disetiap detik kami akan dimudahkan. Sebab ini adalah bagian tersulit bagi dua hati kami yang saling mengait, yaitu memikirkan pihak yang lain.

Aku, aku sungguh ingin sekali menciptakan keharuan, bukan sekedar menuruti segala tuntutan. Aku tidak berharap bahwa yang terbaik akan sekonyong-konyong muncul dari kerisauan, tetapi kan orang yang sabar bisa memperlihatkan kelegaannya. Ketika aku pikir semua bahagia, di balik satu per satu mata yang memancarkan keceriaan itu, aku tidak ingin ia tidak aku temukan.

Aku mencintainya dan tidak ada keraguan sama sekali. Rindu yang ia sampaikan membuat hariku nikmat, hingga semua orang yang melihat mataku juga akan melihat kedamaian. Namun tidak mudah untuk membuat mereka melambaikan tangan dengan tersenyum saat nanti aku membawanya pergi mengarungi hidup. Ia milik Tuhan, kepada ayah ibunya ia dititipkan, kepada saudara-saudaranya ia dihadirkan dan kepada teman-temannya ia diperkenalkan.

Aku hanya percaya bahwa bukan kebetulan kami dipertemukan. Tuhan yang tahu, aku sungguh menginginkannya, sungguh kami ingin bahagia. Tetapi sayangnya keadaan tidak memungkinkan.

"Jadi, waktu kamu cuekin aku, ada yang merhatiin aku. Cuma walaupun kamu cuek, aku tetep cuekin dia. Terus waktu kamu nyakitin aku, yang cakep-cakep pada ngejenguk aku. Mereka bawa buah, roti, bunga, dan bahkan hatinya masing-masing, tapi dari semua yang mereka bawa, tak satupun ada yang bawa kamu. Dan waktu aku nunggu kabar dari kamu, tiba-tiba ada yang nanya aku apa kabar. Aku bilang aja, kabarku pernah lebih baik dari hari ini. Itu waktu aku bersama kamu."

Bila aku harus menjauhimu, aku akan memulainya dengan berjalan mundur. Aku akan menghayati lambai tanganmu di selangkah demi selangkah. Kemudian saat mataku mulai berkaca-kaca, aku akan berkedip untuk membiarkan pipiku basah. Aku akan menangisi jarak sambil menaruh harap untuk melayang-layang diatas tanah. Karena sejauh apapun kita terpisah, kita hanya sama-sama dibawah langit, masih di dalam bumi yang tidak lelah berputar. - @ratimega

3 comments:

Tambah Komentar